KILASPUBLIK.com – Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) bersama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) meluncurkan program Baznas Microfinance Masjid (BMM) – Masjid Berdaya Berdampak (MADADA).
Program ini bertujuan menjadikan masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat sekaligus sebagai benteng untuk memutus mata rantai praktik pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) yang semakin meresahkan.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menyampaikan bahwa maraknya pinjol dan judol telah berdampak serius pada ketahanan ekonomi keluarga. Bahkan, menurutnya, tidak sedikit penerima bantuan pemerintah yang akhirnya terjerat oleh kedua praktik tersebut.
“Keduanya menjadi mata rantai yang merusak tatanan masyarakat. Melalui BMM-MADADA yang dikelola oleh takmir masjid, kita berupaya meminimalkan risiko masyarakat terjerumus ke dalam pinjol dan judol,” ujar Arsad saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis Pendamping BMM-MADADA di Semarang, Jumat (26/9/2025).
Sebanyak 34 takmir masjid dari tiga provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mengikuti pelatihan tersebut. Mereka dipersiapkan sebagai pendamping pelaksanaan program di daerah masing-masing.
Arsad menjelaskan bahwa BMM-MADADA dirancang untuk memperluas fungsi masjid, tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial dan ekonomi.
Melalui skema ini, dana umat dikelola secara produktif oleh takmir masjid untuk membantu warga yang memiliki usaha namun mengalami kendala permodalan.
“Banyak masyarakat yang memiliki semangat berusaha dan ide kreatif, tetapi terhambat oleh keterbatasan modal. Pinjaman lunak ini sangat membantu karena bebas bunga dan tidak menjerat seperti pinjol,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa dana yang diberikan bersifat bergulir, artinya setelah dikembalikan oleh penerima, dana tersebut akan disalurkan kembali kepada penerima lainnya. Dengan demikian, semakin banyak masyarakat yang terbantu dan didorong menjadi mandiri secara ekonomi.
“Skema ini merupakan solusi preventif agar masyarakat tidak mencari pembiayaan dari sumber ilegal. Masjid harus menjadi garda terdepan dalam memperkuat ekonomi umat dan melindungi mereka dari jeratan pinjol dan judol,” tegas Arsad.
Sementara itu, Wakil Ketua Baznas Jawa Tengah, Zain Yusuf, menyampaikan bahwa pihaknya mengalokasikan 50 persen dana zakat untuk mustahik konsumtif, seperti bantuan kursi roda, kaki palsu, serta renovasi rumah tidak layak huni. Adapun dana untuk mustahik produktif difokuskan pada pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi.
“Kami memiliki 23 jenis pelatihan untuk mustahik produktif, agar mereka mampu mandiri. Tujuan zakat memang untuk menyejahterakan umat dan mengentaskan kemiskinan,” jelas Zain.
Ia menambahkan bahwa pelatihan yang paling diminati saat ini adalah di bidang konstruksi, seperti pertukangan kayu dan batu. Setelah mengikuti pelatihan, para peserta akan mengikuti uji kompetensi yang bekerja sama dengan Kementerian PUPR agar siap masuk ke dunia kerja.
Zain juga menyarankan agar setiap masjid yang mengimplementasikan program BMM-MADADA membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) untuk memastikan pengelolaan dana umat berjalan secara tertib dan akuntabel. Ia mencontohkan Kabupaten Karanganyar yang telah memiliki lebih dari 3.000 masjid dengan UPZ yang aktif.
“Dengan model ini, BMM-MADADA diharapkan dapat menjadi contoh nyata keberhasilan transformasi fungsi masjid, khususnya di Jawa Tengah dan wilayah lainnya,” pungkas Zain.
_
(Red)