KILASPUBLIK.com – Proses penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Makassar yang digagas oleh Pusat Penilaian Buku Agama, Lektur, dan Literasi Keagamaan (PBAL2K) Kementerian Agama kini memasuki tahap uji publik. Hal ini disampaikan dalam pembahasan validasi akhir bersama tim penerjemah.
Kepala PBAL2K, M. Sidik Sisdiyanto, menegaskan bahwa penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah merupakan langkah strategis untuk menghidupkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam bahasa lokal.
Dengan demikian, pesan moral dan ajaran Islam dapat lebih mudah dipahami dan menyatu dengan kehidupan masyarakat Makassar.
“Terjemahan ini diharapkan dapat menghadirkan nilai-nilai moral dan akhlak secara lebih dekat dan relevan bagi masyarakat,” ujarnya saat pertemuan di Makassar, Kamis (16/10/2025).
Ia juga menambahkan bahwa proses validasi tidak hanya mengutamakan ketepatan makna, tetapi juga mempertimbangkan rasa bahasa dan kekuatan dakwahnya.
“Tujuannya agar Al-Qur’an tidak hanya hadir sebagai teks asing, tetapi menjadi sahabat dalam bahasa ibu yang memperkuat identitas Islam yang rahmatan lil alamin,” imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut, Sidik menyampaikan apresiasi kepada Prof. Kembong Daeng atas dedikasinya dalam menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Makassar selama bertahun-tahun.
Ia berharap program ini menjadi bagian dari gerakan literasi keagamaan yang inklusif dan transformatif.
“Kami terus berikhtiar untuk menjembatani teks suci dengan realitas umat. Hingga kini, sudah ada 30 versi terjemahan dalam berbagai bahasa daerah, dan kami berharap jumlah ini terus bertambah,” jelasnya.
Sidik juga menekankan bahwa tahap uji publik nantinya akan menjadi tanggung jawab akademis bersama dan sekaligus bagian dari penguatan literasi keagamaan.
“Uji publik ini penting untuk memastikan tidak ada kesalahan diksi serta menjaga konsistensi bahasa, mengingat satu istilah saja bisa memiliki banyak padanan,” tegasnya.
Sementara itu, Prof. Kembong Daeng mengungkapkan rasa syukurnya atas rampungnya karya ini. Ia mengaku termotivasi oleh keprihatinannya terhadap kondisi bahasa Makassar yang kian terpinggirkan.
“Penyusunan terjemahan ini lahir dari kecemasan saya melihat bahasa Makassar yang mulai ditinggalkan,” ujarnya.
(Red)